Pada
jiwa yang tenang (universal) itu ternyata tetap saja masih “ada yang
tahu”, yang sadar, bahwa diri itu sudah berada dalam wilayah ketenangan,
bahwa diri itu sangat luas. Diri itu juga tahu bahwa yang
melihat itu ternyata bukan mata, tetapi diri yang luas itu sendiri. Diri
itu juga sadar bahwa yang mendengar itu ternyata bukan telinga, tetapi
diri yang luas itu sendirilah yang mendengar. Jadi pada diri yang
universal ini ada bentukpengakuan, dimana pengakuan ini ternyata
adalah rahmat yang diberikan oleh Allah buat semua manusia. Ya…, pada
diri yang universal itu ada “aku”, yaitu “sang aku diri”.
Dan sang aku diri inilah yang mengaku-ngaku, bahwa aku ini luas tak
terbatas, aku ini damai, aku ini melihat, aku ini mendengar, aku ini
tahu. Dan puncak dari pengakuan itu adalah: ”aku ini ada (exist) … !!!!”.
Karena merasa ada (exist), maka sang aku diri itu lalu punya keinginan…!.
Keinginan itu yang sangat dominan diantaranya adalah:
1. Sang aku diri “ingin” meninggalkan realitas ketubuhannya (MOKSA).
Pada
keinginan seperti ini, sang aku diri ini merasa bahwa tubuhnya ternyata
adalah unsur yang penuh dengan suasana yang tidak menyenangkan,
sehingga sang aku diri ingin lepas dari tarikan sifat-sifat
ketubuhannya. Lalu sang aku diri ini ingin lari dari realitas
ketubuhannya menuju, misalnya, ke syurga. Karena sang aku diri ingin
lari ke syurga, maka tidak jarang bayangan syurga itu seperti
benar-benar datang menghampirinya. Padahal gambaran perjalanan ke syurga
itu hanyalah sekedar memori-memori tentang syurga yang telah duluan
bersarang di otak sang aku diri itu. Karena gambaran dan realitas
tentang syurga itu hanya Allah dan Rasulnya sajalah yang tahu.
Begitu
juga saat sang aku diri "ingin" bertemu dengan para malaikat, para
nabi-nabi, dan orang-orang shaleh lainnya, maka semua wujud yang ingin
ditemuinya itu akan datang silih berganti menjambanginya. Dan anehnya
kualitas pertemuan itu kadangkala lebih hebat dan lebih spektakuler
dibandingkan dengan cerita-cerita yang pernah ada.
Tak
jarang dari pertemuan-pertemuan imajiner itu sang aku diri merasa bahwa
dirinya diangkat oleh malaikat menjadi Nabi baru, menjadi utusan Tuhan
yang suci di zamannya. Menjadi orang-orang yang terpilih. Dan kesemuanya
itu seperti benar-benar terjadi, REAL, NYATA. Dan untuk lebih
meyakinkan lagi, maka anehnya sang aku diri itu seperti mempunyai
berbagai kelebihan yang mencengangkan pula.
Lalu sang aku diri itu menjadi sibuk dengan
berbagai pandangan-pandangan, kalimat-kalimat, huruf-huruf,
suara-suara, dan pertemuan-pertemuan dengan apa yang diinginkan oleh
sang aku diri itu tadi. Pertemuan yang seperti apapun dengan siapa pun
dan sesulit apapun seperti bisa terjadi dengan mudahnya. Lalu jadilah sang aku diri itu menjadi sangat sibuk….!!!.
2. Sang aku diri “ingin” bertemu dengan Tuhannya...!
Pada
tingkat yang lebih rumit, sang aku diri itu ada pula yang "INGIN"
bertemu dengan Tuhannya. Lalu sang aku diri itu berusaha pula melakukan
perjalanan MI’RAJ (MOKSA) seperti yang disebutkan dalam uraian di atas.
Akan tetapi ternyata realitas Tuhan tidak akan pernah bisa diketahui
dengan kualitas MI’RAJ seperti itu. Kemana pun sang aku diri itu
menghadap, yang ditemukannya tetap saja suasana luas tak terhingga dan
tidak ada apa-apanya. KOSONG. Lalu sang aku diri itu merasa bahwa hanya
dirinyalah yang ada. Hanya aku yang ada….!!!, dan aku diri itu lalu “merasa” menjadi Aku Yang Hakiki (Allah).
Dengan suasana seperti ini, maka kemudian muncullah pemahaman yang mengarah pada konsep dua menjadi satu. Adakalanya, sang aku diri merasa BERSATU dengan Sang Aku Hakiki (Allah). Adakalanya juga sang aku diri itu merasa bahwa Tuhan beremanasi,
menjelma kedalam dirinya. Ya…, “sang aku diri” lalu merasa menjadi
“Aku”…!!!, dan mulai ia mengaku : “Aku adalah Dia, Dia adalah Aku; Aku
adalah kebenaran…, Ana Allah…, Maha Suci Aku…, dan berbagai pengakuan lainnya”.
Dan pengakuan pada wilayah kulit sang aku diri ini, apalagi bagi yang sampai masuk ke dalam suasana penuh keinginan seperti diatas, ternyata sangatlah menyiksa. Pengakuan di wilayah ini malah bisa melahirkan keangkuhan baru bagi kita, sebuah keangkuhan spiritual.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar