Kenapa disebut mata ketiga? Bukankah mata kita hanya ada dua? Jawabannya akan kita telusuri pada malam Jumat Kliwon ini…
Mata ketiga sebenarnya adalah indera keenam manusia. Indera yang
letaknya di antara dua mata kita. Persis di tengah kedua mata agak ke
atas maju ke depan sekitar 20 sentimeter. Mata ketiga ini bukanlah mata
fisik untuk melihat benda fisik. Mata ketiga ini adalah mata ruhani
manusia. Siapa yang mampu memfungsikan mata ketiganya dengan baik, maka
dia akan memiliki kecerdasan spiritual yang melahirkan kepekaan tinggi
untuk merasakan setiap getaran atau vibrasi kegaiban. Itu sebanya kita
diminta untuk sujud khusyuk. Kenapa sujud? Sujud adalah cara paling
hebat untuk menghidupkan mata ketiga; yaitu menghilangkan “diri yang
tidak sejati” di hadapan DIRI YANG MAHA SEJATI.
Fungsi mata ketiga pada diri manusia adalah agar dia mampu mengakses dan
mengunduh petunjuk Tuhan Yang Maha Lembut. Secara umum, petunjuk Tuhan
datang pada kita melalui tiga macam cara: Bisa disampaikan dalam mimpi,
disampaikan oleh malaikat dan disampaikan dalam bentuk simbol-simbol.
Ketiganya hal yang supranatural dan religius ini hanya bisa ditangkap
bila kita sudah mampu menghidupkan indera keenam atau mata ketiga.
Mata ketiga akan mengantarkan kita pada percaya pada hal-hal gaib. Ini
harus dimiliki oleh manusia agar mampu mengangkat dirinya dari derajat
binatang. Mata ketiga adalah khas milik manusia, karena di mata ketiga
ini tersimpan kebijaksanaan untuk memilih dimensi mana yang bisa dilihat
dan mana yang tidak perlu dilihatnya. Suatu ketika, saat saya berada di
tengah kuburan saya bisa mendengarkan rintihan dan keluhan para arwah
yang disiksa di alam gaib. Itu karena saya berkeinginan untuk
mendengarkan suara-suara mereka. Namun, bila kita tidak ingin
mendengarkan suara-suara mengerikan itu, maka suara itu pun tidak akan
terdengar. Inilah kebijaksanaan mata ketiga. Mata yang bisa secara
otomatis untuk terbuka atau tertutup. Bila dirasa sebuah fenomena itu
bermanfaat untuk perkembangan ruhani, maka mata ketiga akan terbuka.
Sebaliknya, bila sebuah fenomena itu dirasa membahayakan ruhani kita,
maka mata ketiga akan tertutup dengan sendirinya.
Mata ketiga adalah pelengkap unsur kemanusiaan sehingga manusia mampu
melaksanaan pemujaan Realitas Yang Tertinggi, Yang Maha Sempurna tanpa
cacat, tanpa batas, tanpa akhir yaitu Allah Yang Maha Agung. Mata ketiga
adalah batin atau rasa sejati kita yang mampu mengantarkan kita pada
keyakinan yang kokoh dan tanggul (Haqqul Yakin) karena benar-benar mampu
tidak hanya yakin tanpa dasar, tapi bisa menyaksikan Tuhan, dan
mengalami kemahadekatan-Nya.
Mata ketiga secara hakiki adalah alat untuk menangkap pengetahuan yang
berupa Nur (khasanah Jawa dinamakan ilmu sejati) yang diinstalkan Tuhan
kepada manusia yang bersedia untuk mendayagunakan dan mempersiapkan mata
ketiganya. Kehebatan manusia tidak diukur dari seberapa baik dia
mendayagunakan emosi dan akalnya, melainkan pada bagaimana dia mengolah
mata ketiganya untuk mendapatkan ilmu hakikat segala yang ada ini.
Kemajuan pengembangan mata ketiga, akan mendorong terciptanya keinginan
pada diri kita untuk melakukan hidup berdasarkan atas kehendak Tuhan,
mampu menekan ego bahkan menghilangkannya.
Cara bekerjanya Mata Ketiga tidak seperti cara bekerjanya akal. Akal
cenderung aktif mengakses informasi padahal tidak selamanya informasi
itu diperlukan. Bahkan tidak jarang justeru malah membingungkan dan
menyesatkan. Memang informasi diperlukan untuk memecahkan problem jika
informasi itu sejalan dengan problem yang dihadapi. Tetapi, jika
informasi itu sangat banyak kita akan dibuat bingung untuk memilah dan
mencari kesimpulan.
Cara bekerjanya mata ketiga hanyalah pasif menunggu hidayah petunjuk
atau Nur Ilahi. Dia hanya pasrah, ikhlas, sumeleh serta bersikap diam.
Hasil pencerapan mata ketiga tidak disimpan di otak namun di qalbu atau
hati nurani. Sehingga sangat tidak mungkin direkayasa oleh akal. Itu
sebabnya, karena hasil pencerapan mata ketiga itu berada di hati nurani
maka kebanyakan informasinya tidak mampu diakses oleh akal. Saat akal
bertanya apa hasil pencerapan mata ketiga, maka mulut hanya mampu
mengucapkan AKU TIDAK TAHU.
Ini sekedar kisah saya pribadi. Yaitu soal keinginan saya untuk bertemu
dengan para nabi/rasul yang waskita di alam gaib. Namun, saat akan
bertemu dan mewawancarainya pasti ada hambatan dan tantangan. Hati ini
terasa belum siap untuk langsung mendapatkan anugerah Tuhan besar:
bertemu dan mengungkapkan cinta saya pada mereka.
Hari demi hari, saya menumpuk-numpuk bekal untuk menjalani sebuah
perjalanan mencari para kekasih Tuhan ini. Bekal yang paling utama
adalah bekal kesiapan mental spiritual. Sebab perjumpaan dengan mereka
membutuhkan kesiapan yang besar. Bagaimana tidak? Saya harus siap
misalnya, bertemu Ibrahim AS dan diperintahkan untuk mengikuti jejaknya
menyembelih anak. Atau bertemu Musa AS dan bisa jadi saya diperintahkan
untuk mengingatkan penguasa agar kembali menyembah Tuhan, atau bertemu
Isa AS dan saya diperintahkan untuk ‘menebus dosa’ umat manusia se
jagad. Apakah saya siap?
Selain bekal kesiapan mental, saya harus pula membekali diri untuk
menempuh perjalanan panjang mencari mereka. Jangan bayangkan perjalanan
ini seperti kaum muda yang berkelana ke gunung-gunung, keliling dunia
pakai mobil off road, mencakar-cakar dinding gua-gua yang penuh tanda,
masuk ke pyramid membawa kamera dan bekal baju tahan dingin dan
sebagainya.
Namun perjalanan untuk mencari para Utusan Allah terkasih ini sebenarnya
bukanlah perjalanan mencari di luar diri. Sebaliknya, ini adalah
perjalanan memasuki jagad gaib yang ada di dalam diri. Membuka selubung
demi selubung, tabir demi tabir, lapis demi lapis yang menutupi
pandangan mata batin agar terang benderang seluruh kasunyatan di jagad
makrokosmos ini. Kenapa begitu?
Jawabnya: Para nabi sekarang sudah tidak ada di bumi dan berada di alam
gaib, maka perjalanan mencari mereka adalah perjalanan memasuki pintu
alam gaib yang sangat berbahaya. Selubung demi selubung itu kegaiban itu
sebenarnya adalah sifat-sifat kemanusiaaan kita sendiri. Iri, dengki,
sombong, takabur, sok tahu dan diganti dengan sifat sabar, ikhlas,
pasrah dan seterusnya.
Saat kita mampu menepis sifat-sifat tersebut dari dalam diri kita,
sesungguhnya kita sedang melakukan perjalanan mental menuju jagad gaib
di dalam diri. Pada akhirnya, tampak sinar beraneka warna cemlorot
bercahaya dari berbagai sudut kemudian menyatu dalam sinar putih yang
akan memancar ke luar diri dalam bentuk sinar kebijaksanaan. Pada
kesempatan yang sama, pintu kegaiban pun terbuka lebar untuk dimasuki
oleh diri sejati kita. Mulai memasuki alam gaib yang paling rendah yang
dihuni oleh makhluk halus beraneka rupa, memasuki alam gaib tingkatan
para ruh yang suci, hingga alam suwung yang dihuni oleh para malaikat
dan seterusnya memasuki alam gaib tersuci yang dihuni para kekasih
Allah. Mereka ini adalah para wali, para nabi dan rasul. Termasuk
segelintir para kekasih Allah yang sampai ke tingkat tertinggi
pencapaian spiritual.
Akhirnya hari yang saya tunggu-tunggu itupun tiba…. Saat niat dan tekad
sudah membulat, tak ada yang mampu menghalangi untuk bertemu dengan para
kekasih Allah, pujaan hati. Saya pun bermeditasi menghilangkan ruang
dan waktu, memasuki wilayah tersunyi di dalam bilik hati yang sepi:
Hening sejenak, saya dilemparkan ke bebatuan terjal. Jari-jari tangan
saya mencengkeram bebatuan keras dan tajam itu. Di bawah kaki saya
sekitar 20 meter, tampak ombak ganas lautan. Ya, saya berada di sebuah
pantai yang tidak saya kenal sebelumnya. Konsentrasi harus sangat tinggi
agar kaki tidak terpeleset. Pilihannya, meniti bebatuan terjal atau
jatuh ke ombak samudra yang ganas.
Nafas saya tersengal, jari kaki dan tangan sedikit lelah. Namun semangat
masih menyala. Saya merangkak perlahan ke atas. Licinnya bebatuan
berlumut hijau terasa oleh jari-jari. Beberapa saat lamanya berjuang
untuk hidup saya menemukan sebuah lorong gelap kecil. Ukurannya kurang
lebih 30 sentimeter. Segera saya selamatkan diri dengan memasuki lorong
lembab tersebut. Saat sudah semua bagian tubuh saya masuk ke lorong,
saya terjerembab ke sebuah kedung. Celakanya, sebuah ular weling sebesar
jempol kaki berada di depan wajah siap mematuk. Habis rasanya saya…
Saya hanya bisa pasrah menerima kematian…. Ternyata weling itu tidak
jadi mematuk saya dan kemudian tiba-tiba dia melesat masuk tanah. Dia
menjadi sekelebat bayangan putih samar tidak jelas. Saya kejar kelebat
bayangan itu namun dia masuk lorong dengan kecepatan tinggi. Saya pun
mengejarnya dengan kecepatan yang hampir mampu mendekati dia. TIba-tiba
bayangan itu berhenti. Saya mendapat petunjuk inilah sesosok yang saya
cari selama ini, Nabi Khidir (NK). Dengan nafas tersengal saya wongalus
(WA) mewawancarainya
WA: Anda siapa?
NK: Aku tidak tahu
WA: Kok bisa Anda tidak tahu siapa Anda?
NK: Aku tidak mau bicara
WA: Ketidaktahuanmu dan ketertutupanmu membuatku penasaran. Kamu itu hamba Allah, sama seperti saya
NK: Kamu sok tahu
WA: Aku masih manusia normal jadi tidak boleh menghilangkan jati diriku.
Diriku akan hancur bila aku meleburkan diri dalam kesatuan wujud
NK: kau tahu tentang kesatuan wujud?
WA: Sedikit. Tolong ajari aku tentang kesatuan wujud itu?
NK: Dengan apa engkau mengenal Tuhanmu? (NK balik bertanya ke saya.
Terus terang awalnya saya tidak mampu untuk menangkap isyaratnya)
WA: Dengan pancaindera, akal dan hatiku
NK: Kamu masih bodoh
WA: Memang begitu keadaanku, ajari aku dengan apa aku mengenal Tuhanku?
NK: ARAFTU RABBII RABBII!!!
WA: Berarti aku mengenal Tuhanku melalui Tuhanku, kalau kamu bagaimana kau mengenal Tuhanmu?
NK: Aku tidak tahu.
WA: Tolong berikan aku petunjuk kalau salah menafsirkan. Bahwa
ketidaktahuanmu berarti ketidakmampuanmu menjangkau sesuatu yang memang
tidak terjangkau. Itulah kadar keterjangkauan manusia. Begitulah?
NK: Aku tidak tahu
WA: Aku tidak tahu juga terhadap semua jawabanmu…
Tiba-tiba NK yang sejak tadi hanya terlihat bayangan putih itu
menghilang dan hanya tercium bau wangi yang saya belum pernah
menghirupnya. Saya kemudian bersujud dan berkali kali mengucapkan Allah
A’lam (Allah Yang Maha Mengetahui). Ya, setelah saya bertemu dengan NK
ini saya benar-benar mendapatkan ilmu tentang tidak mengetahui apa-apa
itu.
Saat itulah NK hadir lagi dan mengatakan kepada saya: “Aku mengijinkanmu
untuk menyampaikan kisah dariku dengan syarat engkau harus berkata AKU
TIDAK TAHU MENYANGKUT APA YANG ENGKAU TIDAK KETAHUI DAN TETAP TEKUN
BELAJAR”
NK tadi pun mengakhiri pengajarannya: “Tahukah engkau kenapa aku tidak
menjawab pertanyaan-pertanyaanmu dengan tidak tahu? Tahukah kau apa yang
sesungguhnya kau kehendaki dari pertanyaanmu itu? Sesungguhnya, kau
ingin menjadikan punggungku jembatan api neraka…. “
Kini, di malam Jumat Kliwon ini saya membaca perlahan ayat Al Qur’an:
“Allah Maha Mengetahui dan kamu tidak mengetahui” dan “Kamu tidak diberi
pengetahuan kecuali sedikit” dan kemudian saya bolak balik hadits
berikut ini: Nabi Muhammad sering tidak menjawab pertanyaan yang
diajukan kepada beliau sebab beliau menunggu jawaban dari Allah SWT.
Saya memaknai pengajaran terakhir NK itu sebagai peringatan kepada kita
semua: bila kita menggunakan akal maka akan berbahaya. Akal yang terus
menerus menanyakan suatu rangkaian sebab akibat tidak akan pernah puas
dengan satu jawaban. Akhirnya, waktu dan usia habis untuk
permainan-permainan akal. Beda bila kita menggunakan MATA KETIGA; ruhani
kita akan terpelihara, mulut bersih dari ucapan kotor dan sumpah
serapah, bila beruntung maka bersyukur, bila diuji maka akan bersabar,
bila berdosa akan beristighfar, bila bersalah akan menyesal dan bila
dimaki akan tersenyum. Meski tidak punya harta, dia tetap bangga dengan
kesederhanaan. Tubuhnya boleh gemetar menahan lapar tapi jiwanya
setenang telaga makrifat.
Salam Kawilujengan Aruming Sesami, Nuwun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar